Selasa, 16 Desember 2014

Tahun Depan PNPM Masuk ke Dana Desa

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada 2015 dinitegrasikan menjadi dana desa. 

Jika dikumpulkan dari 13 kementerian yang menangani PNPM sebesar Rp27 triliun dapat mengentaskan kemiskinan dan permasalahan kesenjangan di desa.

Deputi Bidang Penaggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) Sujana Royat mengatakan 1 Januari 2015 dana PNPM tidak lagi masuk dan dikelola oleh kementerian melainkan langsung menjadi dana desa.

Dari 13 kementerian seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Perumahan Rakyat dan Kemenko Kesra hanya akan menjadi fasilitator serta memonitoring dana tersebut.

"Jadi nanti langsung masuk ke dana desa, dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung ke rekening kabupaten/kota," tandasnya saat ditemui di Jakarta, Selasa 2 September 2014.

Namun, dirinya mengingatkan dana desa hanya boleh digunakan untuk program-program pembangunan desa.  Dana PNPM diupayakan menyentuh semua desa di Indonesia.

Berbagi Surplus 2013 Sebanyak 178 Rumah Direhab



178 unit rumah masyarakat rumah tangga miskin di sembilan kabupaten direhabilitasi melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Rehabilitasi dilakukan melalui dana surplus Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Pemerintah Aceh melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) juga berusaha membangun gampong melalui pengalokasian dana Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG).

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Aceh, Zulkifli Hs  yang juga Kasatker PNPM Mandiri Perdesaan-BKPG Aceh mengatakan program ini merupakan wujud dari komitmen untuk membantu Rumah Tangga Miskin (RTM) dan pengentasan kemiskinan.

“Rehabilitasi rumah untuk keluarga miskin itu dilaksanakan dengan menggunakan dana surplus UPK yang dihimpun selama tahun 2013 dan disalurkan pada tahun 2014. Total dana bagi perbaikan rumah tersebut mencapai Rp 1 miliar lebih,” jelasnya.

Ia merincikan, kesembilan kabupaten tersebut adalah Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat Daya, Aceh Barat, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener Meriah, dan Aceh Besar. Di masing-masing kabupaten jumlah dana dan jumlah rumah dhuafa yang direhabilitasi bervariasi.

Kabupaten Pidie merupakan daerah dengan alokasi dana terbesar. Dana yang dikucurkan untuk rehabilitasi rumah masyarakat miskin di daerah penghasil kerupuk mulieng ini mencapai Rp 380 juta untuk perbaikan 18 unit rumah.

Sementara secara jumlah rumah yang direhab, Kabupaten Aceh Barat yang terbanyak melakukannya, yakni 52 unit rumah dari dana surplus UPK Rp182 juta. “Perbaikan rumah merupakan satu dari tiga bentuk kegiatan realisasi penyaluran dana surplus UPK di Aceh. Selain itu juga disalurkan bagi kegiatan bantuan sosial lainnya, bantuan modal, dialokasikan bagi kelembagaan, dan bonus UPK,” lanjut Zulkifli.

Total dana surplus yang dialokasikan bagi kelembagaan mencapai Rp 1,574 miliar dan disalurkan bagi bonus UPK mencapai Rp 821 juta. Bantuan modal mencapai Rp 335 juta dan bantuan sosial lainnya Rp 2,4 miliar.

Selain itu, untuk kegiatan pemberian bantuan modal yang kembali akan digulirkan oleh UPK, dilakukan 7 kabupaten, seperti Aceh Tengah yang menyalurkan hingga Rp 152 juta dan Aceh Besar Rp 79 juta. Sedangkan penyaluran bantuan sosial lainnya dilakukan 16 kabupaten penyelenggara PNPM MPd-BKPG, kecuali Simeulue dan Aceh Tenggara, sebab Kabupaten Simeulue memfokuskan penyaluran dana surplus UPK Tahun 2013 untuk penambahan modal mencapai Rp 1 miliar dan Kabupaten Aceh Tenggara Rp 1,147 miliar.

Hal yang sama disampaikan Koordinator Propinsi Regional Management Consultant (RMC) I PNPM MPd Aceh, Rusli Mohd Ali. Ia menjelaskan, hingga Nopember 2014 tercatat total dana bergulir yang dikelola Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di 257 kecamatan dalam 18 kabupaten di Aceh mencapai Rp 612,5 miliar lebih.

“Dana tersebut  dimanfaatkan oleh 18.706 kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Dengan tingkat pengembalian 94,1 persen. Total dana bergulir itu terdiri atas pinjaman di kelompok Rp 482,1 miliar, saldo kas Rp 1,1 miliar, dan bank Rp 129,3 miliar,” ungkapnya.

Jasa yang diperoleh dari total dana bergulir tersebut, setiap tahunnya dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk beragam kegiatan sosial termasuk rehab rumah bagi masyarakat rumah tangga miskin.

Masih menurut Rusli Mohd Ali, dana bergulir setiap tahun terus meningkat seiring dengan masih dialokasikannya dana PNPM Mandiri Perdesaan hingga tahun 2014. Dari total dana yang disalurkan setiap tahunnya sebanyak 25 persen di antaranya dialokasikan bagi dukungan permodalan untuk kelompok SPP. Sedangkan sisanya dapat dimanfaatkan bagi beragam kegiatan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, sarana prasarana, pertanian, dan lainnya.

Pada tahun 2014, pemerintah telah mengalokasikan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM MPd sebesar Rp 380,302,465,000,- setelah dipotong 11,8 persen. Sebagai bagian dari kebijakan pemerintah mengurangi anggaran kementerian dan lembaga negara. Hingga 1 Desember 2014 dana tersebut juga telah disalurkan 81,43 persen bagi pembiayaan berbagai kegiatan. Di Aceh, 3 Kabupaten seperti Aceh Besar, Aceh Barat, dan Bener Meriah memberikan dana talangan Rp 5.855.810.000,- dari APBD sebagai dana pengganti dana yang dipotong tersebut.

“Dengan kondisi demikian, diyakini surplus tahun 2014 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sehingga total dana yang dapat disalurkan bagi kegiatan sosial sebagai bentuk pengalokasian laba yang dihimpun UPK juga akan semakin besar,” jelasnya.



BKPG
Selain dukungan modal usaha bersumber dari PNPM Mandiri Perdesaan yang digulirkan melalui UPK khususnya di Aceh, Pemerintah Aceh juga menggulirkan dana Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG), yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).

Kepala BPM Aceh Zulkifli Hs mengungkapkan, dana BKPG telah digulirkan oleh Pemerintah Aceh sejak tahun 2009 lalu dan akan terus dikucurkan. Untuk tahun 2014 saja Pemerintah Aceh merencanakan alokasi dana BKPG sebesar Rp 80 juta per gampong (desa)  dengan pembiayaan terdiri dari 2 tahap yaitu tahap I Rp 50 juta bersumber dari APBA Murni T.A 2014 dan Tahap II Rp 30 juta bersumber dari APBA Perubahan T.A 2014.

Hal itu diakui sebagai komitmen Pemerintah Aceh yang dituangkan dalam Naskah Kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Pusat yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah dengan Dirjen PMD Kemendagri Tarmizi A Karim pada 27 Pebruari 2014 di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh. Penandatangan kesepahaman itu disaksikan oleh seluruh bupati/walikota di Aceh.

Namun dalam perjalanannya, karena kemampuan anggaran Pemerintah Aceh pada APBA Perubahan Tahun Anggaran 2014 tidak mencukupi, maka BLM BKPG Tahun 2014 hanya dapat dipenuhi sebesar Rp 50 juta per gampong dengan total anggaran Rp 323,2 miliar kepada 6.464 gampong di Aceh. Untuk sisa Rp 30 juta akan dipenuhi pada APBA T.A 2015 termasuk di dalamnya BLM BKPG Tahun 2015 dengan besaran sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah Aceh.

Dana BKPG ini digunakan untuk modal Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) guna membiayai berbagai kegiatan, seperti  SPP, usaha ekonomi produktif dan pembangunan infrastruktur gampong diutamakan yang mempunyai dampak ekonomi terhadap masyarakat.

Dana BKPG juga bisa digunakan untuk mendukung kegiatan revitalisasi Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) milik gampong seperti pengadaan makanan tambahan bagi balita, pengadaan kelengkapan sarana penunjang Posyandu dan PAUD milik gampong, pengadaan seragam kader Posyandu dan PAUD milik gampong, honorarium kader Posyandu dan guru PAUD milik gampong, pengadaan Alat Permainan Edukatif (APE), dan biaya operasional dalam rangka menunjang program BKPG paling besar 5 persen dari total dana BKPG yang diterima oleh masing-masing gampong.

Sampai 1 Desember 2014 total dana BKPG Tahun 2014 yang sudah disalurkan mencapai Rp 300,9 miliar (93,10 %) dari total Rp 323.2 miliar kepada 6.018 gampong di 289 Kecamatan pada 23 kabupaten/kota se-Aceh.

”Dari jumlah tersebut terdapat 446 gampong bermasalah sehingga tidak dapat disalurkan karena adanya tunggakan SPP, belum mempertanggungjawabkan dana BKPG tahun sebelumnya, gampong masih dikuasai oleh pihak perkebunan swasta, penduduk tidak menetap dan gampong belum mempunyai dokumen RPJMG,” terang Zulkifli.

Walaupun terdapat permasalahan di lapangan, lanjut Zulkifli, PNPM Mandiri Perdesaan dan BKPG di Aceh, pelaksanaan kegiatannya berjalan dengan baik dan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. Program itu juga berimplikasi positif terhadap semangat gotong royong, swadaya dan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, untuk itu kedua program ini perlu terus dilanjutkan.

Pemerintah Aceh bersama dengan masyarakat menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepada pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri yang telah mengintegrasikan pelaksanaan BKPG dengan PNPM Mandiri Perdesaan, salah satunya melalui penyediaan Technical Assistant (TA) guna mendampingi tahapan kegiatan di lapangan, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pelestarian kegiatan.

“Semua kegiatan tersebut direncanakan, dilaksanakan dan dipelihara oleh masyarakat gampong itu sendiri,” papar Zulkifli. Selain itu kata Zulkifli Hs, penyertaan modal bagi BUMG telah menjadikan Aceh sebagai salah satu propinsi di Indonesia yang telah lebih dulu menitikberatkan pembangunan ekonomi perdesaan pada badan usaha yang dikelola oleh gampong itu sendiri.

“Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menjadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMD) sebagai lembaga pengelola dana gampong yang ditargetkan pemerintah pusat mencapai Rp 1,4 miliar per gampong per tahun. Jadi ini kesempatan bagi masyarakat untuk mengelola pembangunan gampong mereka masing-masing,” pungkasnya.

( Sumber : http://www.pnpmperdesaanaceh.com/berita-166-berbagi-surplus-2013-sebanyak-178-rumah-direhab.html )