178 unit rumah masyarakat rumah tangga miskin di sembilan
kabupaten direhabilitasi melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Rehabilitasi dilakukan melalui
dana surplus Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Pemerintah Aceh melalui
Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) juga berusaha membangun gampong
melalui pengalokasian dana Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG).
Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Aceh, Zulkifli Hs yang juga
Kasatker PNPM Mandiri Perdesaan-BKPG Aceh mengatakan program ini
merupakan wujud dari komitmen untuk membantu Rumah Tangga Miskin (RTM)
dan pengentasan kemiskinan.
“Rehabilitasi rumah untuk keluarga
miskin itu dilaksanakan dengan menggunakan dana surplus UPK yang
dihimpun selama tahun 2013 dan disalurkan pada tahun 2014. Total dana
bagi perbaikan rumah tersebut mencapai Rp 1 miliar lebih,” jelasnya.
Ia
merincikan, kesembilan kabupaten tersebut adalah Aceh Utara, Aceh
Timur, Pidie, Aceh Barat Daya, Aceh Barat, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener
Meriah, dan Aceh Besar. Di masing-masing kabupaten jumlah dana dan
jumlah rumah dhuafa yang direhabilitasi bervariasi.
Kabupaten
Pidie merupakan daerah dengan alokasi dana terbesar. Dana yang
dikucurkan untuk rehabilitasi rumah masyarakat miskin di daerah
penghasil kerupuk mulieng ini mencapai Rp 380 juta untuk perbaikan 18
unit rumah.
Sementara secara jumlah rumah yang direhab, Kabupaten
Aceh Barat yang terbanyak melakukannya, yakni 52 unit rumah dari dana
surplus UPK Rp182 juta. “Perbaikan rumah merupakan satu dari tiga bentuk
kegiatan realisasi penyaluran dana surplus UPK di Aceh. Selain itu juga
disalurkan bagi kegiatan bantuan sosial lainnya, bantuan modal,
dialokasikan bagi kelembagaan, dan bonus UPK,” lanjut Zulkifli.
Total
dana surplus yang dialokasikan bagi kelembagaan mencapai Rp 1,574
miliar dan disalurkan bagi bonus UPK mencapai Rp 821 juta. Bantuan modal
mencapai Rp 335 juta dan bantuan sosial lainnya Rp 2,4 miliar.
Selain
itu, untuk kegiatan pemberian bantuan modal yang kembali akan
digulirkan oleh UPK, dilakukan 7 kabupaten, seperti Aceh Tengah yang
menyalurkan hingga Rp 152 juta dan Aceh Besar Rp 79 juta. Sedangkan
penyaluran bantuan sosial lainnya dilakukan 16 kabupaten penyelenggara
PNPM MPd-BKPG, kecuali Simeulue dan Aceh Tenggara, sebab Kabupaten
Simeulue memfokuskan penyaluran dana surplus UPK Tahun 2013 untuk
penambahan modal mencapai Rp 1 miliar dan Kabupaten Aceh Tenggara Rp
1,147 miliar.
Hal yang sama disampaikan Koordinator Propinsi
Regional Management Consultant (RMC) I PNPM MPd Aceh, Rusli Mohd Ali. Ia
menjelaskan, hingga Nopember 2014 tercatat total dana bergulir yang
dikelola Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di 257 kecamatan dalam 18
kabupaten di Aceh mencapai Rp 612,5 miliar lebih.
“Dana
tersebut dimanfaatkan oleh 18.706 kelompok Simpan Pinjam Perempuan
(SPP). Dengan tingkat pengembalian 94,1 persen. Total dana bergulir itu
terdiri atas pinjaman di kelompok Rp 482,1 miliar, saldo kas Rp 1,1
miliar, dan bank Rp 129,3 miliar,” ungkapnya.
Jasa yang diperoleh
dari total dana bergulir tersebut, setiap tahunnya dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk beragam kegiatan sosial termasuk rehab rumah
bagi masyarakat rumah tangga miskin.
Masih menurut Rusli Mohd
Ali, dana bergulir setiap tahun terus meningkat seiring dengan masih
dialokasikannya dana PNPM Mandiri Perdesaan hingga tahun 2014. Dari
total dana yang disalurkan setiap tahunnya sebanyak 25 persen di
antaranya dialokasikan bagi dukungan permodalan untuk kelompok SPP.
Sedangkan sisanya dapat dimanfaatkan bagi beragam kegiatan lainnya
seperti pendidikan, kesehatan, sarana prasarana, pertanian, dan lainnya.
Pada
tahun 2014, pemerintah telah mengalokasikan dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) PNPM MPd sebesar Rp 380,302,465,000,- setelah dipotong
11,8 persen. Sebagai bagian dari kebijakan pemerintah mengurangi
anggaran kementerian dan lembaga negara. Hingga 1 Desember 2014 dana
tersebut juga telah disalurkan 81,43 persen bagi pembiayaan berbagai
kegiatan. Di Aceh, 3 Kabupaten seperti Aceh Besar, Aceh Barat, dan Bener
Meriah memberikan dana talangan Rp 5.855.810.000,- dari APBD sebagai
dana pengganti dana yang dipotong tersebut.
“Dengan kondisi
demikian, diyakini surplus tahun 2014 lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya. Sehingga total dana yang dapat disalurkan bagi kegiatan
sosial sebagai bentuk pengalokasian laba yang dihimpun UPK juga akan
semakin besar,” jelasnya.
BKPG
Selain
dukungan modal usaha bersumber dari PNPM Mandiri Perdesaan yang
digulirkan melalui UPK khususnya di Aceh, Pemerintah Aceh juga
menggulirkan dana Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG), yang
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).
Kepala
BPM Aceh Zulkifli Hs mengungkapkan, dana BKPG telah digulirkan oleh
Pemerintah Aceh sejak tahun 2009 lalu dan akan terus dikucurkan. Untuk
tahun 2014 saja Pemerintah Aceh merencanakan alokasi dana BKPG sebesar
Rp 80 juta per gampong (desa) dengan pembiayaan terdiri dari 2 tahap
yaitu tahap I Rp 50 juta bersumber dari APBA Murni T.A 2014 dan Tahap II
Rp 30 juta bersumber dari APBA Perubahan T.A 2014.
Hal itu
diakui sebagai komitmen Pemerintah Aceh yang dituangkan dalam Naskah
Kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Pusat yang ditandatangani oleh
Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah dengan Dirjen PMD Kemendagri Tarmizi A
Karim pada 27 Pebruari 2014 di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh.
Penandatangan kesepahaman itu disaksikan oleh seluruh bupati/walikota di
Aceh.
Namun dalam perjalanannya, karena kemampuan anggaran
Pemerintah Aceh pada APBA Perubahan Tahun Anggaran 2014 tidak mencukupi,
maka BLM BKPG Tahun 2014 hanya dapat dipenuhi sebesar Rp 50 juta per
gampong dengan total anggaran Rp 323,2 miliar kepada 6.464 gampong di
Aceh. Untuk sisa Rp 30 juta akan dipenuhi pada APBA T.A 2015 termasuk di
dalamnya BLM BKPG Tahun 2015 dengan besaran sesuai dengan kemampuan
keuangan Pemerintah Aceh.
Dana BKPG ini digunakan untuk modal
Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) guna membiayai berbagai kegiatan,
seperti SPP, usaha ekonomi produktif dan pembangunan infrastruktur
gampong diutamakan yang mempunyai dampak ekonomi terhadap masyarakat.
Dana
BKPG juga bisa digunakan untuk mendukung kegiatan revitalisasi Posyandu
dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) milik gampong seperti pengadaan
makanan tambahan bagi balita, pengadaan kelengkapan sarana penunjang
Posyandu dan PAUD milik gampong, pengadaan seragam kader Posyandu dan
PAUD milik gampong, honorarium kader Posyandu dan guru PAUD milik
gampong, pengadaan Alat Permainan Edukatif (APE), dan biaya operasional
dalam rangka menunjang program BKPG paling besar 5 persen dari total
dana BKPG yang diterima oleh masing-masing gampong.
Sampai 1
Desember 2014 total dana BKPG Tahun 2014 yang sudah disalurkan mencapai
Rp 300,9 miliar (93,10 %) dari total Rp 323.2 miliar kepada 6.018
gampong di 289 Kecamatan pada 23 kabupaten/kota se-Aceh.
”Dari
jumlah tersebut terdapat 446 gampong bermasalah sehingga tidak dapat
disalurkan karena adanya tunggakan SPP, belum mempertanggungjawabkan
dana BKPG tahun sebelumnya, gampong masih dikuasai oleh pihak perkebunan
swasta, penduduk tidak menetap dan gampong belum mempunyai dokumen
RPJMG,” terang Zulkifli.
Walaupun terdapat permasalahan di
lapangan, lanjut Zulkifli, PNPM Mandiri Perdesaan dan BKPG di Aceh,
pelaksanaan kegiatannya berjalan dengan baik dan telah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat banyak. Program itu juga berimplikasi positif
terhadap semangat gotong royong, swadaya dan partisipasi masyarakat
dalam berbagai kegiatan pembangunan, untuk itu kedua program ini perlu
terus dilanjutkan.
Pemerintah Aceh bersama dengan masyarakat
menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepada pemerintah pusat dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian
Dalam Negeri yang telah mengintegrasikan pelaksanaan BKPG dengan PNPM
Mandiri Perdesaan, salah satunya melalui penyediaan Technical Assistant
(TA) guna mendampingi tahapan kegiatan di lapangan, mulai dari tahap
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pelestarian
kegiatan.
“Semua kegiatan tersebut direncanakan, dilaksanakan dan
dipelihara oleh masyarakat gampong itu sendiri,” papar Zulkifli. Selain
itu kata Zulkifli Hs, penyertaan modal bagi BUMG telah menjadikan Aceh
sebagai salah satu propinsi di Indonesia yang telah lebih dulu
menitikberatkan pembangunan ekonomi perdesaan pada badan usaha yang
dikelola oleh gampong itu sendiri.
“Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 yang menjadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMD) sebagai lembaga
pengelola dana gampong yang ditargetkan pemerintah pusat mencapai Rp 1,4
miliar per gampong per tahun. Jadi ini kesempatan bagi masyarakat untuk
mengelola pembangunan gampong mereka masing-masing,” pungkasnya.
( Sumber : http://www.pnpmperdesaanaceh.com/berita-166-berbagi-surplus-2013-sebanyak-178-rumah-direhab.html )